Penampilan Anda pun Bicara

Apalagi jika orang yang dihadapi sama sekali tidak dikenal, penampilan sering menjadi acuan utama. Dengan melihat bentuk tubuh, wajah, gerak-gerik, tata rias, gaya berpakaian atau tata rambut, bisa timbul berbagai kesan mulai dari yang positif sampai negatif. Di sinilah terjadi proses persepsi sosial, yang oleh Baron dan Byrne (1994) didefinisikan sebagai proses yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka mencari informasi tentang orang lain.

Persepsi terhadap penampilan fisik sering diasosiasikan dengan karakteristik-karakteristik lain seperti kepribadian atau bahkan kompetensi. Lebih jauh lagi, kesan yang muncul dapat memiliki pengaruh yang kuat bagi suatu hubungan interpersonal. Richmond, McCrockey dan Payne (1991) menyatakan bahwa ketika pertama kali bertemu dengan seseorang, kita cenderung melihat penampilan fisiknya dan kesan yang diperoleh dapat mempengaruhi bagaimana interaksi yang terjadi di masa datang. Kadang hanya dari penampilan seseorang, kita bisa mempunyai kesan yang begitu “kuat” terhadap orang tersebut sampai-sampai kita melupakan kualitas-kualitas lain yang ada pada dirinya.

Salah satu hal yang dikaitkan dengan penampilan adalah gaya berbusana. Cara berpakaian menjadi penting ketika seseorang harus tampil di depan umum, bertemu dengan orang banyak atau berhadapan dengan orang-orang tertentu yang punya kedudukan penting atau disegani. Oleh karena itu “siapa orang yang akan ditemui” akan banyak menentukan pakaian seperti apa yang layaknya dipilih. Selain itu ada juga hal-hal yang juga tidak kalah penting dan perlu diperhatikan dalam berbusana:
Ciri-ciri fisik pribadi (bentuk tubuh, warna kulit, bentuk wajah)
Situasi / acara (formal/semi formal/santai)
Cuaca dan suhu (jangan sampai ada kesan BPAG “ Biar Panas Asal Gaya”)
Kebiasaan atau budaya setempat

Semakin seseorang mampu berbusana secara tepat dan serasi, ia akan semakin dihargai dan tentunya kepercayaan dirinya akan meningkat. Sayangnya tidak semua orang memiliki selera yang baik dalam berpakaian dan tidak semua orang peduli dengan penampilannya. Padahal, setiap orang punya kesempatan dan bisa belajar untuk lebih pandai dan bijak dalam berbusana. Melalui pengalaman, kepedulian terhadap diri, dan keterbukaan terhadap tren berbusana serta saran-saran dari orang-orang di sekitarnya, lama-kelamaan selera berbusana seseorang akan semakin baik.

Apakah Anda bekerja sebagai seorang profesional? Nah, Anda perlu memperhatikan tata cara berpakaian yang juga bisa menjadi salah satu cerminan profesionalisme. Jangan berpikir bahwa hanya cara berbicara, cara berpikir atau cara bekerja kita saja yang diperhatikan oleh para klien. Tanpa kita sadari, sangat mungkin klien memperhatikan bagaimana cara kita berbusana dan mulai membangun citra tertentu di benak mereka, yang bisa saja positif tapi bisa juga negatif. Nah, citra negatif itulah yang mesti kita hindari. Ekstrimnya, jangan sampai kita kehilangan peluang hanya karena klien merasa tidak “sreg” dengan penampilan kita.

Berikut ini beberapa tips praktis, yang mudah-mudahan bisa menjadi bahan acuan bagi kita semua.
Kenali kepribadian kita. Pilih busana yang chic dan trendy tapi juga mencerminkan karakter pribadi. Tentu saja kita perlu menyesuaikan pakaian dengan aktivitas yang dilakukan, tapi jangan juga menggunakan pakaian yang membuat kita sendiri menjadi gelisah karena tidak nyaman mengenakannya. Misalnya, Anda lebih suka pakaian bergaya etnik ketimbang menggunakan setelan rok dan blazer formal. Nah, seandainya keadaan menghendaki Anda menggunakan baju formal itu, Anda bisa mengambil jalan tengah dengan menggunakan blus dalam dari bahan etnik, atau kompensasikan dengan menggunakan syal atau asesoris bercorak etnik yang sepadan. Jadi, Anda tidak sama sekali kehilangan ”warna” Anda. Jangan lupa untuk menyesuaikan busana yang dipilih dengan warna kulit, bentuk wajah, dan bentuk tubuh.

Untuk bekerja sehari-hari, sesuaikan busana dengan lingkungan kerja. Pastikan busana yang dipilih nyaman untuk dikenakan tapi tidak menyalahi peraturan di tempat kerja. Kalau pun tidak ada peraturan tertulis, tangkap citra apa yang ingin ditampilkan perusahaan dan cobalah menyesuaikan diri karena kita merupakan bagian penting yang akan membawa citra perusahaan. Kemeja Hawaii dengan celana jeans tentu membawa pesan berbeda dari stelan celana panjang dari bahan kain dengan kemeja berdasi. Supaya tidak ”salah kostum”, kalau Anda ragu tanyakan pada Bagian SDM bagaimana seharusnya gaya berpakaian di perusahaan Anda.

Kalau kita banyak berinteraksi dengan klien, sesuaikan busana kita dengan gaya klien yang akan dihadapi. Kalau klien lebih suka bergaya semi formal atau cenderung informal, jangan gunakan setelan yang terlalu formal karena justru akan mengesankan ada jarak antara kita dan klien. Oleh karena itu, pandai-pandailah mencari informasi tentang klien-klien Anda. Kalau Anda tidak cukup memiliki informasi, pilih yang kira-kira netral atau bisa segera Anda sesuaikan. Misalnya, gunakan blus dalam berlengan di balik blazer Anda. Jika ternyata klien Anda bergaya semi formal, sebelum pertemuan Anda bisa melepas blazer di toilet. Kemudian di ruang pertemuan, sampirkan blazer di pegangan kursi dengan rapi (jangan di punggung kursi!).

Miliki koleksi pakaian dengan warna-warna ”aman”. Seringkali kita tidak memiliki cukup informasi gaya busana seperti apa yang bisa diterima klien atau rekanan bisnis, sehingga kita perlu memiliki koleksi busana yang netral untuk segala suasana. Warna-warna dasar yang wajib dimiliki adalah biru tua (navy blue), hitam, putih, coklat, abu-abu tua (charcoal grey), dan coklat kehijauan (khaki). Pilih setelan dengan warna-warna itu, baru tambahkan warna cerah atau terang sebagai pelengkap. Warna-warna yang “pantang” untuk dipadukan antara lain coklat dengan biru, ungu dengan merah.

Sepatu dan tas merupakan pelengkap yang pasti diperlukan untuk bekerja. Miliki minimal dua pasang sepatu kerja, warna hitam dan coklat tua. Untuk wanita, sepatu warna krem sedikit kecoklatan (beige) juga bisa digunakan. Pilih bahan dari kulit agar tahan lama, nyaman dipakai, dan tampilannya cukup baik. Untuk wanita, tinggi hak sepatu yang baik kira-kira 1,5 – 2 inci dan jangan menyulitkan kita berjalan. Sepatu mesti bersih dan warnanya tidak kusam. Dalam pertemuan dengan klien atau acara formal lainnya, jangan kedapatan Anda lepas sepatu! Selain itu, miliki tas kerja berwarna netral seperti hitam, coklat, atau krem kecoklatan (beige) agar mudah dipadu padankan dengan beragam warna pakaian.

Kalau kita dengan rekan lain mewakili perusahaan untuk suatu aktivitas, jangan lupa untuk menjaga agar penampilan tim kita tampak serasi. Misalnya, sepakati apakah mau bergaya busana formal atau semi formal, apakah akan berkemeja lengan panjang atau lengan pendek, apakah akan mengenakan dasi atau tidak.

Ada beberapa hal yang sebaiknya dihindari di lingkungan kerja formal:
Pakaian: jeans, T-shirt, busana berbahan tipis atau ketat, rok yang terlalu pendek, busana luar yang tidak berlengan, hanya berkerah halter atau bertali pundak, baju atau blus luar model ”kemben”, legging, celana ¾, celana berbahan spandex, celana hipster dengan blus yang terlalu pendek
Motif atau cetakan pada pakaian: hindari kata-kata, logo, atau gambar yang potensial memancing rasa antipati
Alas kaki: sepatu sandal atau sepatu tali terbuka, boot, sepatu olahraga, selop
Perhiasan: body piercing, cincin yang terlalu banyak (Anda kan bukan pelawak Tesi!), jam tangan yang kelonggaran, gelang yang bergemerincing, anting panjang
Riasan: eyeshadow biru, cat kuku bercorak atau dengan glitter
Wewangian (parfum, hair spray): yang baunya terlalu kuat (jangan lupa, mungkin saja rekan kerja atau klien Anda punya alergi terhadap bau menyengat)

Namun demikian ada juga lingkungan kerja yang ingin memberi ciri khas tertentu sehingga ”aturan” di atas tidak lagi mengikat, misalnya perusahaan periklanan dan creative agency yang barangkali ingin memunculkan kesan dinamis dengan gaya busana yang cenderung informal.

Mode selalu berubah, bisa jadi standar busana kantor juga berubah. Oleh karena itu, kembangkan terus kepekaan Anda dalam berpakaian. Bacalah referensi tentang tips berbusana kerja. Kunjungi toko-toko yang menjual pakaian kerja dan perhatikan busana yang dikenakan pada manekin. Juga tidak ada salahnya Anda meminta saran ahli. Mungkin biayanya memang terasa mahal, tapi Anda bisa memperoleh banyak bekal yang berguna untuk jangka waktu panjang. Dan jangan lupa, tanyakan pada atasan atau Bagian SDM perusahaan Anda, seperti apa tata cara berpakaian yang dikehendaki perusahaan. Nah, you don’t have to be a model to look fashionable!

Jangan Anggap Enteng Kesan Pertama

“Don’t judge a book by its cover”

Jangan menilai orang hanya dari luarnya saja tapi juga dalamnya. Nasehat ini sudah sangat kita kenal sejak lama, kita pun sangat fasih mengucapkannya. Kita diingatkan untuk tidak menilai orang sekedar dari tampilan yang terlihat, apakah itu cara berpakaian, tindak tanduk, bahasa tubuh, ekspresi wajah, cara bicara, dan sebagainya, pokoknya sesuatu yang tampak kasat mata saja. Kita mesti melihat ”dalamnya”, yaitu kepribadian, kemampuan, pengetahuan, sifat dan hal-hal lain yang barangkali tidak langsung terlihat. Nasehat yang sangat bijak, tapi apa mudah untuk betul-betul bebas dari kecenderungan menilai apa yang tampil di luar?

Bayangkan situasi berikut, Anda mendapat tugas mengenalkan produk perusahaan Anda pada sebuah perusahaan. Ini adalah saat pertama kali Anda berinteraksi dengan mereka. Apa yang mesti Anda siapkan baik-baik disamping presentasi yang sempurna? Ya, kesan pertama!! Anda juga harus menyiapkan bagaimana kesan pertama yang harus berhasil Anda ciptakan. Mengapa?

Kenyataannya, kesan pertama tetap bisa membawa dampak besar. Manusia seringkali tidak bisa terlepas dari kesan subjektif yang tercipta ketika pertama kali bertemu orang. Ketika melihat seseorang di sebuah kantor dengan penampilan yang rapi, perilaku yang tertata, gaya bicara dengan bahasa tubuh yang menampakkan rasa percaya diri, biasanya kita akan cepat menyimpulkan kalau orang tersebut punya jabatan yang penting, manajer misalnya. Sebaliknya, ketika melihat orang dengan pakaian kusam dan rambut berantakan, bisa jadi kita akan menduga orang ini pasti pegawai kecil. Komedi Bajaj Bajuri pernah menampilkan potret ironi ini dimana Bob Sadino dengan celana pendek dan kemeja santainya dikira karyawan rendahan oleh si Ucup.

Ya, kesan pertama yang notabene hanya disimpulkan dari tampilan luar saja memang sulit untuk dihindarkan. Studi-studi tentang kesan pertama bahkan menunjukkan bahwa kesimpulan itu dibuat hanya dalam waktu 3 detik hingga 2 menit saja! Artinya, ketika Anda pertama kali bertemu orang, Anda hanya punya waktu yang sangat singkat untuk menciptakan kesan pertama yang baik. Selanjutnya, kesan pertama yang baik akan mendukung mulusnya kelanjutan interaksi dan inilah yang memberi Anda waktu tambahan untuk menunjukkan ”isi” Anda. Tapi kalau Anda keliru bertindak dan memberi kesan pertama yang buruk, bisa jadi lawan bicara Anda akan enggan melanjutkan interaksi dan kandaslah harapan Anda untuk bisa menampilkan diri sebagaimana mestinya. Dari sini Anda bisa membayangkan bagaimana dampak kesan pertama pada karier Anda, bisnis Anda, dan kehidupan sosial Anda.

Nah, bagaimana cara menciptakan kesan pertama yang baik?

1. Perhatikan penampilan fisik

Penampilan – mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki - akan menjadi perhatian pertama. Perhatikan keserasian, kerapihan, dan kebersihan pakaian Anda. Dandanan, gaya rambut, bahkan sepatu. Bukan hanya itu, berikan juga kesan sehat dan segar. Pastikan tidak ada gangguan karena bau badan, bau mulut, rambut berketombe atau pecah-pecah, kuku yang kotor, atau sisa cabai nasi goreng yang terselip di gigi! Selain itu, Anda juga mesti menyadari apa yang mestinya Anda representasikan. Ketika Anda mengunjungi klien baru sebagai utusan perusahaan, perhatikan bahwa penampilan Anda layaknya sesuai dengan citra yang ingin disampaikan perusahaan, apakah resmi elegan atau dinamis kasual misalnya. Ketika Anda hendak berkenalan dengan calon mertua, pertimbangkan juga seperti apa kira-kira gambaran menantu ideal yang mereka inginkan. Mungkin Anda merasa ”Duh, gak gue banget deh!”, tapi sabarkan saja dulu diri Anda. Usaha ini adalah untuk menciptakan kesan yang baik agar mereka mau memberi waktu guna melanjutkan interaksi. Nah, ketika interaksi mulai bergulir, itulah kesempatan Anda untuk memperkenalkan diri lebih lanjut.

2. Kendalikan ekspresi wajah dan bahasa tubuh

Ketika kita pertama kali bertatapan dengan orang lain, yang terlihat adalah ekspresi wajah kita. Tampillah dengan gembira, tapi tulus dan tidak berlebihan. Yang paling penting adalah senyum ketika kita bersalaman dan menyapa. Bagaimana kita bersalaman ternyata juga penting lho! Genggaman yang lemah memberi kesan bahwa Anda tidak bersemangat atau kurang percaya diri. Sebaliknya, genggaman yang terlalu kuat mengesankan Anda kelewat antusias atau mendominasi (dan bisa jadi mereka menyeringai kesakitan!). Sedang-sedang saja tapi cukup mantap. Sikap tubuh juga bisa menggambarkan kebiasaan kita. Tampillah dengan sikap tubuh yang tegas. Jangan menggaruk-garuk telinga, memainkan anak rambut atau pena hanya karena Anda gugup. Kalau berjalan, jangan gontai atau lunglai. Kalau bisa justru berjalan dengan ritme agak cepat dan pasti karena itu memberi kesan bahwa kita orang yang energik.

3. Bicara dengan jelaskan dan siapkan kata-kata pertama

Kata-kata pertama yang kita ucapkan kepada lawan bicara sangat penting untuk menampilkan kesan yang positif. Tidak perlu berbunga-bunga dan sarat pujian, tapi pastikan bahwa kata-kata pertama tersebut menunjukkan apresiasi kita bahwa dia sudah bersedia meluangkan waktu untuk bertemu dan ungkapkan ketulusan kita untuk berinteraksi dengannya, apakah itu untuk membantu menyelesaikan permasalahan mereka (jika kita datang sebagai konsultan), membantu mereka mendapatkan produk yang baik (jika datang untuk menjual produk), bekerjasama untuk memberikan informasi yang diperlukan (kalau kita datang untuk wawancara pekerjaan), dan sebagainya.

4. Sapa menggunakan nama mereka

Hal yang menyenangkan jika orang yang baru kita temui langsung bisa mengenal kita. Artinya, ia punya cukup perhatian terhadap kita. Oleh karena itu gunakan nama lawan bicara dalam pembicaraan. Sapaan Pak Norman atau Ibu Lilis akan lebih memberi rasa nyaman, daripada Bapak atau Ibu saja. Intinya, kita harus bisa menunjukkan bahwa mereka bernilai dan saat tersebut perhatian Anda memang fokus pada mereka. Jika sepanjang pembicaraan kita hanya menyebut Bapak atau Ibu, kesannya Anda tidak menganggap penting mengingat nama mereka. Dan sebaiknya kita juga bisa menyebut nama perusahaan mereka, unit kerja, dan peristilahan khusus lainnya di sana dengan benar.

5. Pilih humor yang tepat

Kadang kita pikir humor akan ampuh untuk mencairkan suasana. Orang akan tertawa, dan perasaan gembira itu akan membuat mereka mendapat kesan positif tentang kita. Tapi kita harus waspada bahwa humor juga berisiko, misalnya membuat kita sepertinya kurang serius atau menyimpang dari tujuan pembicaraan. Oleh karena itu, simpanlah humor sampai Anda mengenal betul situasinya. Jangan lupa, pilih humor yang mudah dimengerti, tidak akan menyinggung siapapun, singkat, dan frekuensinya jangan terlalu sering.

6. Memberi perhatian dan menjadi pendengar yang baik

Pastinya, jangan mendominasi pembicaraan. Beri kesempatan bagi lawan bicara, dengarkan dengan tulus dan jangan menginterupsi. Tunjukkan ekspresi bahwa Anda memperhatikan mereka, misalnya anggukan kepala atau kata-kata seperti ”Oooo, ya ya, sekarang saya mengerti permasalahannya”. Jangan ragu untuk bertanya jika Anda kurang paham. Daripada respons Anda melenceng, lebih baik bertanya dengan pilihan kata yang netral.

7. Kalau perlu siapkan gadge

Memakai gadget mutakhir seperti, PDA, laptop, LCD, video camera, dan sebagainya merupakan salah satu cara untuk membuat kesan yang kuat. Gadget yang mutakhir bisa menandakan bahwa kita adalah orang yang up-to-date,namun tentunya pastikan dulu kita menguasai penggunaannya. Jika tidak, kesan yang kita harapkan muncul dengan adanya gadget tersebut justru menjadi kebalikannya. Kita akan terlihat gaptek (gagap teknologi). Selain itu, hati-hati juga dalam pemakaiannya, jangan terlalu berlebihan sehingga malah terkesan pamer. Misalnya meletakkan handphone canggih, berjejer dengan PDA di meja padahal tidak digunakan di sepanjang pertemuan.

Hal-hal sederhana bukan? Ini memang baru sebagian, namun dengan menggali pengalaman kita sendiri, akan banyak pelajaran yang bisa ditarik. Selain sebagai subjek yang mesti memberi kesan pertama yang baik, kita juga pihak yang sering menarik kesan pertama tentang orang lain. Oleh karena itu akan mudah sebetulnya bagi kita untuk memahami apa saja yang perlu dilakukan untuk menciptakan kesan pertama yang positif. So, a book is judged by its cover, biar “isi”nya sudah bagus, Anda mesti juga mempercantik “luar”nya supaya bisa mencuri perhatian.

Mencintai Diri Sendiri, Mengapa Tidak?

Pernah merasa jadi orang paling malang sedunia? Pernah merasa nasib memusuhi Anda? Berapa kali? Sekali? Dua kali? Lima kali? Sepuluh kali? Ayolah, jujur sedikit. Ketika terjebak macet, ketika boss memarahi Anda, ketika istri ngomel seharian karena Anda lupa menjemputnya dari supermarket, ketika remaja Anda lagi-lagi pulang dengan bibir pecah dan membawa surat panggilan untuk yang kelima kalinya agar orangtua menghadap Kepala Sekolah ... Banyak bukan? Dan berapa banyak kejadian yang masih menyisakan kepedihan, kemarahan, keputusasaan? Banyak juga? Wah, celaka!

Sekali ini, cobalah untuk tidak menjadikan diri Anda sebagai bulan-bulanan perasaan-perasaan negatif itu. Percayalah, Sang Pencipta tidak pernah menciptakan Anda sekedar untuk menjadi korban kemalangan. Kalaupun sering dikatakan semua permasalahan itu adalah cobaan hidup, maka yakinlah bahwa Dia mencipta Anda sudah lengkap dengan kemampuan untuk mengatasinya. Nah, kenapa Anda tidak mencoba menemukan dan melatih kemampuan itu?

Memiliki kemampuan tersebut berarti Anda memberi cinta Anda pada diri Anda sendiri. Anda memberinya kesempatan untuk menjadi lebih tahan banting dan bisa menikmati hidup. Anda memberinya peluang untuk memunculkan semua potensinya dan tidak menghambatnya dengan keputusasaan, kemarahan, atau kepedihan. Mari, kita mulai dari sekarang!
Menyikapi Pengalaman

Salah satu cara membuat dunia terasa semakin menyenangkan adalah dengan mengembangkan keterbukaan terhadap pengalaman. Mungkin sekarang Anda merasa hidup ini sarat dengan beban atau padat dengan rutinitas yang menjemukan. Nah, taukah Anda bahwa masih ada banyak pengalaman yang belum Anda coba telusuri? Mungkin saja ada sesuatu yang menyenangkan di sana! Kadang manusia sendiri yang menjebak dirinya ke dalam rutinitas atau kejemuan karena enggan mencoba hal-hal baru. Tidak punya waktu, tidak yakin akan berhasil, ”itu kan gak gue banget!” hanyalah rasionalisasi dari ketakutan kita menghadapi pengalaman baru. Mulai sekarang, bangkitkan antusiasme Anda untuk sesuatu yang baru!

Jangan lupa, kembangkan juga banyak perspektif dalam cara pandang Anda dan beri makna baru pada setiap pengalaman. Mengapa ketika di usia bayi hingga dua tahun putra Anda terasa lebih menyenangkan dari usia remajanya kini? Itu karena dulu Anda begitu takjub melihat hal-hal baru yang muncul darinya. Mulai dari ketika pertama kali ia bisa menyebut ”papa mama”, ketika ia menjejakkan langkah pertamanya, ketika ia memamerkan nyanyian pertamanya..., kenangan yang sangat manis bukan? Dan sekarang? Nilai menggambarnya sangat bagus tapi Matematikanya jeblok, seharian mengutak-ngatik sepeda sport, mencuri-curi menelepon gadis tetangga, pulang dengan muka lebam bekas berkelahi, duh! Nah, andai saja Anda mau menggunakan perspektif lain, andai saja Anda antusias memahaminya sebagai proses belajar anak yang tiada henti, pasti perasaan Anda akan berbeda. Bisa jadi dia punya bakat seni, bisa jadi dia punya minat pada keteknikan, bisa jadi dia mulai disentuh yang namanya cinta (meski baru cinta monyet), bisa jadi dia sedang belajar memperjuangkan harga diri. Mengungkap ”pesan” dari setiap kejadian membuat kita menjadi lebih baik dan bijak. Begitu pula untuk pengalaman-pengalaman lainnya, meski betapapun kecilnya. Barangkali dalam perjalanan ke kantor, setiap hari Anda melewati toko buah yang sama. Cobalah untuk menemukan makna baru yang berbeda dari toko buah itu. Mungkin sekarang Anda takjub karena jenis buahnya begitu lengkap, lain kali Anda takjub melihat si pemilik begitu rajin mengelap buah apel satu per satu agar merahnya tampak berkilat menggiurkan. Kemudian di saat lain lagi mungkin Anda bisa tersenyum geli membayangkan anak-anak naga mungil terbatuk-batuk menetas dari dragon fruit ....

Sisi hidup itu jumlahnya tak terkira. Kalau sebagian terasa menyebalkan dan membosankan, yakinlah masih ada jutaan sisi lainnya yang menyenangkan. Semuanya tergantung apakah kita mau terbuka terhadap pengalaman baru dan apakah kita mau memberi makna baru padanya.
Menyikapi Masalah

Salah satu hal yang sering membuat hidup terasa berat adalah masalah. Tapi apa betul demikian? Sesungguhnya yang namanya persoalan adalah lebih pada cara kita memandang masalah. Kita pun selalu enggan mengalami kegagalan dalam menyelesaikan masalah. Semua permasalahan kita anggap sebagai sesuatu yang mestinya ada cara untuk mengubahnya. Cobalah luruskan lagi cara pandang seperti ini. Ada hal-hal yang memang di luar kekuasaan kita. Cuaca misalnya, untuk apa Anda marah-marah karena hari begitu panas sehingga Anda sulit berkonsentrasi menyelesaikan tugas yang terpaksa dikerjakan akhir minggu. Jangan marah pada cuacanya, carilah jalan keluar pada hal-hal yang masih dalam kendali. Misalnya bekerja di teras belakang rumah yang teduh dan sedikit berangin. Jangan juga mengeluhkan orangtua yang mulai pikun karena usia, Anda tidak bisa mengubah usia bukan? Jadi, imbangi masalah dengan kreativitas, jangan terjebak pada cara yang itu-itu saja. Dulu mungkin kalau orangtua kita lupa, cukup kita ingatkan satu kali dan selanjutnya ia akan ingat. Tapi di usia lanjutnya, mungkin tidak cukup dengan mengingatkan secara lisan, harus ada yang mengajak dan mendampinginya untuk benar-benar melakukan hal itu. Nah, Anda bisa melatih putri kecil Anda untuk mengingatkan orangtua beberapa hal, misalnya ”Nenek jangan lupa gosok gigi ya sehabis makan malam ini, kita gosok gigi sama-sama yuk!”.

Jadi jangan terlalu membatasi pikiran, perasaan, dan tindakan kita sendiri. Anda ingat ungkapan ini? ... the patience to endure things that cannot be changed, the courage to change things that can be changed, and the wisdom to distinguish the ones from the others ... Pilah permasalahan, mana yang bisa diubah dan tidak bisa diubah. Kembangkan kegigihan dan kreativitas untuk menyelesaikan hal-hal yang bisa kita ubah, dan tumbuhkan kesabaran hati untuk bisa menerima hal-hal yang memang tidak bisa kita ubah.

Nah, demikian dua langkah jitu untuk bisa menjalani hidup dengan lebih ringan dan antusias. Menjalankan jurus tersebut sama artinya Anda memberi cinta pada kehidupan. Kehidupan Anda sendiri, diri Anda sendiri!

Segitiga Cinta

Cinta cinta cinta. Topik universal yang sering dibicarakan di mana-mana. Tahukah Anda bahwa 95% lagu pop di Indonesia bertemakan tentang cinta? Ya, para seniman mengatakan bahwa cinta tidak ada matinya. Artinya, cinta akan selalu jadi topik pembahasan yang menarik. Menarik karena lika-liku cinta tidak akan pernah habis dibahas, juga menarik karena setiap orang pasti punya kenangan tersendiri tentang kisah cintanya masing-masing.

Jangan mau kalah dari para musisi dan pujangga, mari kita bahas topik pembicaraan yang selalu hangat ini, khususnya dari sudut pandang psikologi. Anda yang masih bingung apa arti cinta, seperti apa bentuk cinta, dan bahkan kenapa cinta bisa terjadi, silakan simak artikel ini dengan seksama. Perhatikan baik-baik karena cinta yang dibahas di sini adalah fakta, bukan sekedar puisi cinta yang membuai Anda dengan angan-angan. Sudah siap bertemu dengan wajah cinta yang sesungguhnya? Mari kita mulai.

Tentu Anda sudah familiar dengan pertanyaan “dari mana datangnya cinta?”. Kira-kira apa ya jawaban dari pertanyaan ini? Apa benar cinta datang dari mata turun ke hati?Sayangnya tidak sesederhana itu. Robert Sternberg, seorang psikolog, berpendapat bahwa cinta dalam sebuah hubungan interpersonal memiliki tiga komponen dasar. Dengan kata lain, ketiga komponen dasar inilah yang nantinya akan membentuk cinta. Tiga komponen cinta tersebut adalah:
Keintiman (Intimacy)

Keintiman adalah kedekatan yang ada antara dua individu. Kedekatan di sini bisa dalam arti kedekatan fisik, maupun kedekatan emosional. Rini dan Jaka yang selalu terlihat ke mana-mana berdua bisa dikatakan memiliki kedekatan fisik, namun belum tentu mereka memiliki kedekatan emosional. Ternyata Rini lebih memilih menceritakan keseharian dan masalah-masalahnya kepada sahabatnya Tina yang saat ini berada di Jepang. Dengan demikian, Rini memang tidak memiliki kedekatan fisik dengan Tina, tapi ia memiliki kedekatan emosional yang sangat kuat pada sahabatnya tersebut.

Keintiman sangat tergantung pada tingkat kepercayaan (trust) satu individu kepada individu yang lain. Contohnya Rini, yang percaya bahwa Jaka tidak akan memberikan dampak buruk terhadap dirinya. Rini bahkan percaya bahwa bergaul dengan Jaka akan berdampak positif, karena Jaka memiliki banyak pengalaman yang bisa Rini pelajari. Oleh karena itu Rini tidak keberatan untuk menghabiskan banyak waktu bersama Jaka. Meski begitu, mungkin Rini belum mempercayai Jaka sedalam ia mempercayai Tina, sehingga Rini hanya mau membagi pikiran, perasaan, dan emosi-emosi terdalamnya pada sang sahabat Tina.
Gairah (Passion)

Berasal dari kata latin patior yang berarti penderitaan atau perasaan tersiksa, gairah dapat didefinisikan sebagai emosi yang sangat kuat dan mendalam (terkadang tidak terbendung) terhadap seseorang. Emosi yang kuat ini terkadang bahkan mengalahkan hukum-hukum pemikiran logis. Kalimat “yang kumau hanya kamu” mungkin adalah ungkapan yang paling tepat dalam menggambarkan gairah. Dalam gairah, ada sebentuk keinginan untuk selalu bersama yang sangat kuat, dan tidak tergantikan dengan orang lain. Gairah juga dapat diartikan sebagai dorongan seksual terhadap seseorang.

Misalkan Rini yang baru saja menyaksikan kehebatan atasannya melakukan negosiasi bisnis dengan klien. Pada awalnya mungkin Rini hanya merasa kagum, namun gairah Rini timbul seiring dengan munculnya keinginan (dan usaha) Rini untuk terus menerus bisa dekat dan akrab dengan atasannyatersebut. Pada kenyataannya, mungkin saja sang atasan sama sekali tidak punya perhatian khusus padanya. Mungkin ia hanya menganggap Rini sebagai salah satu dari 25 bawahannya yang lain sehingga tidak ada kedekatan spesial antara ia dan Rini.
Komitmen (Commitment)

Merupakan perasaan saling terikat yang ada antara dua individu. Keterikatan ini diproyeksikan untuk jangka waktu yang cukup lama sehingga komitmen juga bisa diartikan sebagai kesetiaan yang terjalin antara dua individu. Dalam komitmen, seseorang akan merasa apapun yang ia lakukan akan mempengaruhi individu yang lain, demikian juga sebaliknya.

Ketika dua orang membentuk sebuah komitmen bersama maka dapat diibaratkan seperti kedua orang tersebut bersama-sama masuk ke dalam perahu menyusuri sungai. Apapun yang mereka temui dan alami dalam perjalanan, mereka berdua memiliki perjanjian untuk tetap bersama dalam perahu. Ketika salah satu dari mereka keluar dari perahu, maka komitmen mereka telah dilanggar.

Selanjutnya, ketiga komponen di atas membentuk sebuah segitiga, Segitiga Cinta. Ketiga komponen cinta tersebut kemudian dapat saling berkombinasi untuk membentuk 7 jenis cinta yang berbeda.

Sudah jelas sekarang bahwa ada 7 (tujuh) sisi wajah cinta. Prenahkah Anda menyangka akan ada begitu banyak tipe cinta? Apakah Anda telah mengenal semuanya? Mari kita bahas setiap tipe cinta ini lebih lanjut. Mungkin saja Anda bisa menemukan cinta mana yang telah atau sedang Anda temui dalam hidup.
Cinta Teman

Cinta ini hanya terdiri dari komponen keintiman, dimana antara individu yang mengalami jenis cinta ini terjalin sebentuk kedekatan fisik maupun emosional. Menurut Sternberg, cinta jenis ini biasanya terjadi di hubungan pertemanan dimana kedua pihak merasakan ada hubungan dekat yang hangat, tapi tidak disertai dengan emosi yang mendalam (gairah) maupun komitmen jangka panjang. Anda tentu tidak keberatan jika teman Anda harus melanjutkan studi atau pindah kerja ke kota lain, bukan? Dalam cinta teman, tidak ada keterikatan yang memaksa masing-masing pihak untuk selalu bersama-sama.
Cinta Monyet

Seperti yang kerap dibicarakan, istilah Cinta Monyet bisa digambarkan seperti cinta para remaja, atau cinta pada pandangan pertama. Inilah cinta yang dari mata turun ke hati dimana ketika melihat objek cinta, timbul gairah untuk selalu bersama walaupun mungkin sebenarnya tidak ada kedekatan yang terjalin. Gairah merupakan satu-satunya komponen cinta yang ada di tipe cinta ini. Dalam Cinta Monyet tidak ada kedekatan emosional yang terjalin dan juga tidak ada komitmen. Oleh karena itu, seringkali cinta seperti ini mudah timbul dan juga mudah hilang.
Cinta Hampa

Dalam cinta ini hanya ada komponen komitmen. Banyak cinta yang berubah menjadi Cinta Hampa seiring dengan waktu. Hubungan yang pada awalnya terasa hangat dan bergairah, terkadang berubah menjadi hampa karena komponen keintiman dan gairah telah luntur. Namun pada hubungan yang dijodohkan, seringkali yang terjadi adalah sebaliknya dimana pasangan tersebut memulai dari cinta yang hampa (komitmen yang dipaksakan) namun seiring waktu mulai timbul keintiman dan gairah.
Cinta Romantis

Pasangan yang terlibat dalam cinta ini akan terlihat sangat asik bersama-sama karena adanya keintiman. Selain itu, pasangan Cinta Romantis juga akan memiliki gairah yang mendalam terhadap satu sama lain. Oleh karena itu, pasangan cinta inilah yang biasanya disebut mabuk cinta. Meskipun demikian, pasangan mabuk cinta belum tentu ingin selamanya bersama-sama. Dalam tipe cinta ini tidakada komitmen karena seringkali dirasa mengekang kenikmatan dimabuk cinta itu sendiri.
Cinta Setia

Cinta jenis ini sering ditemui di dalam pernikahan atau hubungan yang telah cukup lama terjalin dimana gairah dalam hubungan tersebut sudah pudar, namun masih ada keintiman dan komitmen yang lekat. Secara umum, Cinta Setia adalah hubungan yang Anda jalin dengan seseorang yang sudah cukup lama berbagi suka-duka dengan Anda. Cinta Setia lebih kuat dibanding Cinta Teman karena adanya komponen komitmen. Selain dalam hubungan pernikahan, Cinta Setia juga bisa ditemui di dalam hubungan persahabatan yang erat dan juga di antara kerabat keluarga.
Cinta Buta

Dinamakan Cinta Buta karena komponen pembentuknya hanyalah gairah dan komitmen. Jenis cinta ini cenderung bersifat menderu-deru karena tidak ada keintiman yang dapat menstabilkan sebuah hubungan. Cinta Buta ini bisa berdampak negatif karena biasanya melibatkan keinginan memiliki yang mengikat tiap individu. Padahal, mungkin saja hubungan tersebut tidak lagi berfungsi positif, terbukti dengan tidak adanya rasa percaya sehingga kedekatan antara individu tidak terjalin.
Cinta Sejati

Inilah cinta yang diidam-idamkan semua orang. Cinta ini cinta yang paling sempurna dengan adanya komponen keintiman, gairah, dan komitmen. Keberadaan ketiga komponen cinta membuat cinta ini cenderung berjalan secara stabil. Komitmen yang terjalin dalam cinta ini didasari pada rasa saling menghormati (karena adanya hubungan yang dekat secara fisik maupun emosional), dan juga hasrat untuk selalu bersama yang sangat kuat. Hal ini membuat Cinta Sejati akan lebih langgeng dibanding jenis cinta lain.

Nah, setelah mengetahui Segitiga Cinta dan ketujuh tipe cinta, kini Anda sudah bisa mulai menganalisis setiap hubungan yang ada dalam hidup Anda. Bahkan jika Anda memiliki permasalahan cinta, sekarang Anda sudah bisa mengidentifikasi apa yang salah dalam hubungan cinta Anda. Anda bisa melihatnya dari sudut pandang komponen apa yang hilang dalam cinta Anda, kemudian Anda bisa berusaha untuk mengembalikan komponen cinta yang hilang tersebut untuk kembali membentuk Cinta Sejati. Semoga bermanfaat!

Pernikahan Kedua: Tantangan dan Penyesuaian Diri

Suatu hari saya kedatangan seorang wanita cantik berusia 30 tahun. Ia hadir bersama pasangannya untuk mengkonsultasikan persiapan pernikahan mereka. Lena (bukan nama sebenarnya) adalah seorang janda sekaligus ibu bekerja dengan satu anak. Pekerjaannya sebagai salah seorang staf marketing di bidang periklanan terkesan kuat pada diri Lena yang ramah dan energik.

“Ketika pernikahan pertama gagal, tentunya banyak yang dapat dipelajari dari pengalaman tersebut” ujar Lena di awal sesi konseling kami. Lalu ia melanjutkan:

“Saya menyadari bahwa pernikahan saya sebelumnya penuh konflik karena saya dan mantan suami tidak mampu mengkomunikasikan keinginan masing-masing. Mungkin waktu pacaran kami kurang membahas hal-hal penting. Alhasil tiga tahun pertama penuh cekcok sampai saya memutuskan pergi dari rumah dan bercerai. Saya sekarang lebih siap dengan pernikahan kali ini karena saya dan Doddy sudah buka-bukaan sampai hal yang sensitif”.

Sementara pasangan Lena, Doddy (bukan nama sebenarnya), mengangguk-angguk memberikan penegasan terhadap ucapan Lena. Doddy pun pernah menikah sebelumnya. Pria yang berprofesi sebagai akuntan di salah satu perusahaan perbankan asing ini juga telah yakin bahwa Lena adalah sosok calon isteri yang tepat baginya.

“Pekerjaan saya tidak dimengerti oleh mantan isteri saya. Namanya juga kerja di bidang keuangan pasti sering lembur dan harus pergi ke kantor cabang untuk melakukan audit. Isteri saya yang dulu sering marah dan menuduh saya sebagai suami egois. Selain itu, saya tidak sepakat dengan cara isteri saya mengelola keuangan. Dia boros sekali. Lena berbeda. Dia bisa memahami kesibukan saya. Pola pacaran kami sekarang lebih santai. Kalau bisa ketemu ya kita makan malam bareng, kalau masing-masing sibuk ya sudah kita atur lagi. Masalah pengelolaan keuangan juga sudah kami sepakati”.

Dari banyak sesi konseling bagi pasangan-pasangan seperti Lena dan Doddy, saya bisa melihat bahwa setiap pasangan yang akan menikah kembali memiliki harapan besar untuk bisa membangun kehidupan rumah tangga yang lebih baik. Masing-masing telah berproses untuk melihat kelemahan dari relasi yang mereka bangun dengan pasangan sebelumnya. Berbekal pengetahuan ini, mereka pun cukup yakin bisa menjalani rumah tangga keduanya secara lebih “benar”.

Sayangnya, pengalaman dari pernikahan pertama saja belum cukup untuk membantu para pasangan untuk menuai keberhasilan di pernikahan mereka yang kedua. Masih ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan. Nah, melalui artikel ini saya akan berbagi pengetahuan mengenai hal apa saja yang perlu diperhatikan pasangan yang hendak menikah kembali untuk kedua kalinya, terutama jika sudah ada anak dari pernikahan yang terdahulu.

Hal Positif tentang Pernikahan Kedua

Menurut seorang pakar psikologi yang menyoroti dinamika pernikahan kedua, keputusan untuk menikah lagi memiliki banyak keuntungan, baik bagi perkembangan anak maupun orang tua. Pernikahan kedua bisa membuat orang tua merasa lebih tenang karena memiliki pasangan hidup sebagai tempat berdiskusi mengenai berbagai hal. Orang tua yang tadinya merasa terbebani karena harus memutuskan segalanya sendiri, kini bisa membahas masalah-masalahnya dan mendapat masukan solusi dari pasangan yang baru. Hal ini tentu berpengaruh terhadap tingkat stress orang tua.

Bagi anak, adanya orangtua tiri dapat menyediakan dukungan emosional dalam perkembangan psikologis, yang sebelumnya mungkin dirasa kurang memadai karena proses perceraian orang tua kandung. Juga ditemukan dampak positif pernikahan kedua pada anak laki-laki pra remaja karena ketika pernikahan kedua terjadi sebelum mereka beranjak remaja, keluarga tiri lebih mudah membentuk hubungan yang dekat dengan anak tersebut. Lebih lanjut, hal itu ternyata mampu mengurangi potensi masuknya pengaruh negatif dari lingkungan yang biasanya semakin kuat di usia remaja.

Secara garis besar, pernikahan kembali menyediakan keuntungan dari adanya figur orang tua yang lengkap di dalam rumah. Keberadaan figur ayah maupun ibu yang baru sedikit banyak tetap bisa menambal peran-peran yang mungkin tadinya tidak bisa dikuasai seluruhnya oleh orang tua tunggal.

Tantangan dari Pernikahan Kedua

Pernikahan kedua memang memuat sejumlah hal-hal positif, tapi jangan lupa bahwa pernikahan kedua juga mengandung tantangan yang bahkan lebih besar dari pernikahan pertama. Walaupun masing-masing pihak akan berusaha keras untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dari pernikahan yang sebelumnya, tetap saja, penggabungan dua keluarga menjadi satu bukanlah hal yang mudah. Inilah tantangan-tantangan yang akan dihadapi individu pada pernikahan kedua:

Membangun hubungan pernikahan yang kuat
Menikah tentu saja membutuhkan masa-masa penyesuaian diri. Ketika pasangan yang menikah lagi membawa anak dari pernikahan terdahulu maka ada dua proses penyesuaian diri yang harus dilakukan, dengan pasangan dan dengan anak pasangan. Sementara itu kehadiran anak cenderung membuat masa bulan madu menjadi hilang. Biasanya pasangan justru akan memfokuskan perhatiannya pada aktivitas mengasuh anak, padahal masa bulan madu dibutuhkan untuk mempererat ikatan dalam pernikahan. Cobalah menyadari ini sehingga Anda bisa mulai merencanakan bagaimana membagi waktu dan perhatian di masa-masa awal-awal pernikahan.

Membangun hubungan orangtua tiri dan anak tiri
Kebanyakan orang merasa tidak nyaman dengan status “orang tua tiri” yang melekat pada diri mereka. Banyaknya mitos tentang kekejaman ayah atau ibu tiri seringkali menghambat usaha orangtua tiri menjalin relasi dengan anak tirinya. Nah, ada yang perlu Anda ketahui di sini. Anak-anak yang lebih muda usia biasanya lebih cepat menerima orangtua tiri dibandingkan remaja. Anak laki-laki lebih cepat menerima ayah tiri dibanding anak perempuan. Orangtua tiri yang “sok akrab”, sekalipun dengan cara yang positif, dijamin akan ditolak mentah-mentah oleh anak. Anak perempuan misalnya, mereka cenderung merasa jengah ketika ayah tiri berusaha melakukan pendekatan berupa kontak fisik seperti pelukan atau tepukan di pundak. Mereka akan lebih senang jika hanya diberikan pujian verbal atau hadiah-hadiah kecil. Jadi, relasi yang baik antara orangtua tiri dan anak tidak hanya ditentukan oleh keinginan dan usaha orangtua tiri, tapi juga ditentukan oleh kesiapan anak dan perkembangan anak. Cobalah belajar sedikit tentang psikologi anak, atau bertanya pada ahlinya kalau Anda nanti akan punya anak tiri.

Membantu adaptasi relasi anak dengan orangtua kandung di kehidupan pernikahan baru
Ketika orang tua memutuskan untuk menikah dengan orang lain, anak biasanya mempersepsi pernikahan kedua sebagai hilangnya kasih sayang dari orang tua kandung mereka. Anak merasa harus berkompetisi dengan orang tua tiri karena orangtua kandung akan lebih memperhatikan pasangan barunya. Ini adalah tantangan bagi orang tua kandung untuk bisa menempatkan diri secara adil. Jangan sampai anak mendapat pengukuhan bahwa memang benar orang tua kandung mereka lebih mencintai pasangan barunya daripada anak kandungnya sendiri. Selain itu, anak juga masih perlu beradaptasi dengan perubahan pola hubungan antara dirinya dan orangtua kandung yang tidak satu rumah (mantan suami/istri pasangan Anda). Anak butuh waktu untuk menerima bahwa saat ini ayahnya (atau ibunya) sudah tidak bisa terlalu sering bertemu atau datang ke rumah karena ibunya (atau ayahnya) sudah menikah dengan orang lain.

Mempertahankan hubungan di keluarga besar
Tugas ini paling berat karena hubungan di keluarga besar akan semakin kompleks dengan melibatkan saudara kandung dan saudara tiri, belum lagi sampai relasi dengan kakek nenek. Hubungan keluarga besar dari orang tua tiri cenderung akan lebih berjarak, berpotensi konflik, dan diwarnai interaksi negatif dibandingkan dengan keluarga besar dari orang tua kandung. Namanya juga keluarga yang baru dikenal, tentu butuh waktu untuk saling memahami karakteristik kepribadian masing-masing.

Wah, menikah lagi ternyata tidak mudah juga ya? Tapi saya harap Anda tidak gentar menghadapi tantangan yang menunggu Anda. Mari, saya bocorkan satu rahasia. Berdasarkan pengalaman saya, kesalahan terbesar yang sering terjadi pada pernikahan kedua adalah harapan bahwa segalanya akan langsung berjalan lancar dalam tempo yang cepat. Kita tidak ingin ada konflik, tetapi seringkali kita lupa mengakui bahwa proses pernikahan kedua membutuhkan waktu untuk penyesuaian diri. Perlu ada proses-proses adaptasi yang perlu terjadi, dan biarkan saja berjalan alami. Kita kerap ingin sempurna sehingga adakalanya sebagai orangtua yang kita lakukan pertamakali adalah memasang pancang tentang ritual atau kebiasaan yang baik di keluarga kita, sibuk pada citra keluarga yang baik, namun kurang waktu untuk membina kedekatan emosional dengan pasangan maupun anak. Alih-alih sibuk merias diri, lebih baik Anda meluangkan energi dan waktu untuk mendekatkan diri dengan keluarga inti Anda yang baru. Jika relasi yang kondusif telah terjalin di dalam keluarga, tentu citra keluarga yang baik akan secara otomatis tampil ke lingkungan.

Bekal Menghadapi Pernikahan Kedua

Pernikahan kedua memiliki dua misi yaitu membina hubungan yang dekat dengan pasangan sekaligus menjalin kedekatan emosional dengan anak (anak tiri dan anak kandung). Dengan demikian kualitas kepribadian kedua orangtua menentukan apakah pernikahan kedua akan dapat dijalani dengan mulus atau tidak.

Oleh karena itu, niat awal dari pernikahan kedua menjadi sangat penting. Mudah-mudahan memang karena dilandasi rasa ingin membina keluarga yang lebih baik serta didasari sikap ikhlas untuk menjalani semuanya. Orangtua yang memutuskan menikah kembali harus memiliki pribadi yang matang secara emosi disamping matang secara finansial. Kemandirian finansial memang diperlukan pada pernikahan kedua karena kebutuhan keluarga semakin beragam. Namun kematangan diri orang tua akan lebih banyak membantu dalam menyesuaikan diri dengan peran baru di pernikahan kedua. Meminjam konsep yang dikembangkan oleh David Goleman (pakar Emotional Intelligence), orangtua PASTI BISA melewati masa-masa sulit di pernikahan kedua, asalkan mereka:
Menyadari perasaan yang dialami dan perasaan yang dialami oleh orang lain
Sebaiknya pasangan saling melakukan introspeksi untuk menghayati dan menerima perasaan-perasaan yang ada, baik perasaan positif dan negatif. Meski tidak kita kehendaki, bukan tidak mungkin kita akan mengalami masa-masa konflik dengan pasangan yang kita cintai di pernikahan yang kedua. Nah, dengan kita mengakui adanya rasa kesal, marah, atau kecewa akan memudahkan kita dalam menghayati perasaan yang dialami pasangan maupun anak (kandung atau tiri).

Menunjukkan empati dan memahami sudut pandang orang lain
Empati adalah kemampuan untuk merasakan perasaan orang lain. Biasanya individu yang memiliki empati yang besar tidak mudah berburuk sangka kepada pasangan maupun anak. Ketika ada masalah, individu tersebut akan meminta yang bersangkutan menceritakan apa yang dialami dan dirasakan. Di sinilah unsur kemauan untuk mendengarkan orang lain menjadi penting. Meminjam istilah dari Stephen Covey sang pencetus 7 Habits of highly effective people, marilah mendengar orang lain dengan mata dan hati.

Mampu mengelola perilaku dan emosi dengan positif
Jelas bahwa kita sebagai manusia terkadang tak luput dari kesalahan. Kita boleh kesal, marah, dan kecewa dengan keadaan. Apalagi pada pernikahan kedua ini sangat mungkin masalah muncul tiba-tiba. Siapa duga jika ternyata tadinya relasi Anda baik-baik saja dengan anak tiri namun sekarang dia sangat membenci Anda. Siapapun kita, perasaan kecewa maupun marah sangat normal dialami. Namun ingat bahwa kita juga yang memilih mau marah dengan cara apa. Apakah dengan memaki-maki sampai puas, menggunakan kekerasan fisik sampai lelah, membiarkan saja kemarahan dan mengalihkan perhatian pada hobi, atau justru mengatur respons yang tepat sehingga pada akhirnya Anda dapat duduk bersama dengan pasangan atau anak ketika membicarakan kesulitan-kesulitan yang muncul.

Memiliki tujuan dan perencanaan
Tugas penting dari perkembangan manusia adalah memiliki tujuan tentang apa yang hendak diraih. Artinya kita sebagai orang tua mestinya berorientasi pada tujuan tertentu. Di sinilah perlu adanya optimisme dan harapan di hati para orang tua. Optimisme mengarahkan semangat kita pada aura yang positif dan menjadikan kita orang-orang yang tangguh. Di sini ada muatan spiritual bahwa memang ada kekuasaan terbesar di luar kita, kita akui tetapi kita berusaha optimis menghadapi segala tantangan. Tentunya selain berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu disertai upaya untuk mengatasi masalah agar kehidupan dapat berlangsung lebih baik.

Menggunakan cara-cara yang baik dalam mengelola relasi dengan sesama
Hal yang dimaksud di sini adalah cara-cara yang produktif. Intinya adalah komunikasi dan pemecahan masalah. Proses pernikahan kedua bisa menjadi lebih mudah ketika kita membuka komunikasi, menyampaikan kebutuhan kita dengan cara yang tepat, boleh mengalah untuk kemudian di waktu yang tepat menyampaikan pendapat kita, berani menghadapi konflik untuk kemudian diatasi, serta cara-cara kreatif untuk mendekatkan relasi antar anggota keluarga.

Dengan kesiapan seperti ini, jangan ragu untuk membulatkan keputusan menikah kembali. Orang bijak mengatakan bahwa satu-satunya hal yang pasti di dalam hidup adalah perubahan. Oleh karena itu, anggaplah pernikahan Anda yang keduakalinya ini sebagai salah satu dari perubahan tersebut. Memang sedikit mengejutkan di awal, tapi tentu seiring dengan berjalannya waktu dan usaha beradaptasi yang Anda kerahkan, jalan perahu rumah tangga Anda akan menjadi semakin halus dan tenang.

Single? It’s so lovely!

Masih single…… it’s so lovely ……. Mungkin ungkapan tersebut penting dipikirkan oleh para perempuan yang masih single. Status single itu menyenangkan kok. Memang tidak banyak orang yang membahas seru kehidupan dinamis pada perempuan single. Hal ini bisa dimengerti karena tuntutan kultur kita menekan perempuan untuk menikah di usia matang. Orang mudah saja berkomentar, “Kok sudah 27 tahun masih single? Mau jadi perawan tua? Atau jangan-jangan …..” Ini membuat resah sebagian perempuan yang sudah berusia 25 tahun ke atas tetapi belum memiliki pasangan apalagi belum menikah. Apa iya sih kita tidak bisa menjadi perempuan yang ceria, bahagia, dan penuh semangat dengan status yang single?
Maknailah status single dalam konteks yang positif dan bahagia dengan cara mengubah cara pandang kita menjadi lebih positif dalam status single tersebut. Pendekatan psikologi kognitif membantu kita memaknai kondisi dan diri kita dari sudut pandang yang positif. Ketika pikiran kita positif maka emosi kita pun lebih menyenangkan sehingga kita menjadi menikmati hidup kita. Berikut adalah cara yang mudah untuk memaknai kehidupan perempuan single secara positif. Yuk kita simak ...
Single berarti kemandirian. Wow asyik kan kalau kita memiliki kemerdekaan dalam mengatur hidup kita. Hari ini mau makan Lo Mie ya oke oke aja, lalu besok mau makan sushi ya asyik ajah dan sore makan gado-gado tetap seru-seru aja. Kemudian kita bisa mengatur hidup sesuai dengan keinginan kita. Bayangkan ketika keputusan yang kita ambil benar-benar 100% di diri kita. Bagi yang hobi membaca akan memiliki waktu banyak untuk mencari buku favorit lalu menemukan komunitas berdiskusi yang seru. It’s very challenging……
Single berarti kita punya waktu untuk diri kita sendiri. Mau ke salon, go ahead lalu setelahnya mau ke spa … yup, I’ll be ready…. Senang sekali ketika kita pergi atau melakukan kegiatan benar-benar untuk kita sendiri.
Single berarti kita tidak perlu repot terganggu dengan perilaku pasangan yang moody atau sedikit-sedikit ngambek. Duh bayangkan menghadapi pasangan yang penuntut. Rusak deh rencana kita karena harus meluangkan waktu untuk merayu, menenangkan, atau menghibur pasangan. Syukur-syukur kalau ngambeknya cuma sebentar, tetapi kalau berkepanjangan akan menghabiskan waktu kita. Belum lagi kita dihadapkan pada muka bete pasangan.
Single berarti kita bisa mencintai diri sepenuh hati. Ketika kita memiliki waktu untuk diri sendiri maka kita akan memikirkan, merasakan, dan melakukan apa yang kita senangi. Hal ini berarti kita meningkatkan rasa cinta pada diri sendiri. Kita diajak untuk mengenali apa yang paling nyaman dan menyenangkan untuk diri sendiri. Ketika kita kelak memiliki pasangan, kita menjadi lebih bisa menghargai diri dan orang lain sama pentingnya. Kita bisa lebih empatik terhadap tindakan apa yang akan membuat orang lain kesal.
Single berarti kita bisa menemukan komunitas yang sesuai dengan minat atau pemikiran kita. Seru kan bisa diskusi bareng teman segagasan atau sehobi di internet, lalu janjian ketemu dan ngobrol-ngobrol. Ini bisa menjadi cikal bakal mencari teman yang menyenangkan. Sesekali kopi darat akan membantu memperluas jejaring pertemanan kita.
Single berarti kita memiliki banyak teman. Meski single jangan jadi narapidana dong. Jangan cuma di rumah melulu setiap saat. Bergaul dan perbanyak teman. Nah, kalau kita memiliki pasangan, bisa jadi kesempatan kita mengeksplorasi pertemanan menjadi terbatas. Itu masuk akal karena bisa saja pasangan cemberut dan tidak setuju kalau kita kebanyakan nongkrong di café, di resto, sambil mengobrol. Belum tentu teman-teman atau komunitas kita disukai oleh pasangan. Jadi, single adalah waktu kita untuk mengeksplorasi pertemanan kita.
Single berarti kita boleh menggoda siapa saja yang ingin kita goda. Hak kita dong karena kita kan lagi gak punya pacar. Lakukan hal ini secara sadar dan tahu konsekuensi selanjutnya. Artinya kalau kita yang mulai menggoda atau menarik perhatian maka ketika ada respon jangan lantas dicuekin begitu saja, nanti kena tulah lho….. Konsekuensinya mesti kita terima ketika orang yang kita goda mendekati diri kita. Pakai strategi yang cantik ya biar tidak dibilang cewek genit tukang mempermainkan pria. Namanya niatnya menggoda, biasanya cowok yang kita dapat niatnya juga sebatas berteman.
Single berarti kita bisa mengeksplorasi ketubuhan kita dengan maksimal. Bagaimana kita menjaga tubuh kita, menghargai tubuh kita, dan melihat bagian tubuh kita yang menarik. Merawat diri, berolahraga (terserah apa saja), sampai dengan membaca buku-buku tentang seksualitas akan membantu pemahaman terhadap kebutuhan diri kita maupun pasangan nantinya.
Single berarti kesempatan bagi kita untuk menaruh perhatian pada masalah sosial yang kita minati. Asyik kan kalau kita turut berjuang memajukan bangsa ini melalui aktivitas sosial yang kita sukai. Bagi yang prihatin dengan kemiskinan bisa turun untuk membantu masyarakat yang kurang beruntung. Atau bagi yang punya kepedulian terhadap anak-anak bisa fokus membantu menjadi guru volunter ketika libur bagi anak-anak kaum marjinal.
Single berarti kita bisa fokus dengan karier kita. Mau ditugaskan ke luar negeri, okay saja. Mau dikirim ke daerah, hayoo .... Mau dipromosikan ke jabatan di kota yang berbeda, yuk yak yuuuuk …. Gak ada masalah. Kita bisa fokus dalam hidup kita untuk karier. Kesempatan kita untuk mengembangkan karier dengan sepenuh hati.
Single berarti kita bahagia. Kita perlu menghargai diri sendiri, itu penting. Kalau kita bahagia dan menerima diri sendiri maka kita bisa menjadi perempuan single yang bahagia, memiliki banyak teman, OK dalam berkarier, dan punya waktu untuk diri sendiri.

Nah, nikmati hidup single Anda dalam perspektif yang positif.

Aku dan Kamu (Memang) Berbeda

Memiliki tiga anak, membuatku merasa sudah cukup mengenal karakter anak-anakku. Hanya saja, akhir-akhir ini kegelisahanku muncul setelah si bungsu duduk di kelas 3 SD dimana ia mulai memiliki jadwal belajar rutin dan berhadapan dengan materi pelajaran yang lebih kompleks. Satu hal yang membuat aku bingung dan khawatir adalah cara belajarnya. Kedua kakaknya biasa belajar dengan cara yang kuajarkan, yaitu duduk di ruang belajar, membaca materi, dihafalkan dan melakukan tanya jawab denganku. Berhadapan dengan si bungsu sungguh membuatku pusing, karena ia senang sekali belajar di kamarnya sambil memutar musik dengan volume keras..

(AN - Ibu Rumah Tangga di Jakarta)



Hmm...ternyata, memiliki tiga orang anak tidak berarti membuat kita telah mengenal berbagai karakter manusia. Setelah memiliki dua anak, maka dugaan yang sering terjadi adalah bahwa si anak ketiga akan memiliki karakter seperti salah satu kakaknya. Ternyata yang terjadi tidak seperti itu. Si bungsu justru memiliki karakter yang berbeda lagi. Contohnya di sini, ia memiliki gaya belajar yang berbeda dibanding kedua kakaknya. Inilah yang umum disebut perbedaan individual, dimana individu yang satu pasti memiliki perbedaan dibanding individu lain, sehingga membuat masing-masing individu adalah unik.
Sebenarnya kita memiliki kesadaran bahwa kita memiliki perbedaan satu sama lain. Meskipun demikian, biasanya kesadaran mengenai perbedaan ini baru timbul setelah kita membanding-bandingkan antara satu individu dengan individu lain.

Secara umum, memang ada persamaan yang harus dialami oleh setiap anak. Misalnya pada tahap tertentu di usia tertentu anak mulai bisa tertawa setelah melihat orang lain tertawa, atau di usia tertentu anak harus mulai bisa merangkak, berjalan dan sebagainya. Sadarkah anda, bahwa para ahli perkembangan anak tidak pernah mengatakan “tepat pada usia satu tahun dua bulan tiga hari, seorang anak harus sudah bisa berdiri sendiri” Kebanyakan referensi perkembangan anak juga pasti hanya mencantumkan angka “14 bulan” sebagai patokan usia dimana anak biasanya sudah bisa berdiri sendiri. Melalui hal ini kita dapat melihat bahwa memang tersedia ruang untuk perbedaan individual dalam perkembangan anak.

Mengenai perbedaan individual itu sendiri, terdapat banyak sekali faktor yang dapat membuat seorang individu menjadi berbeda dari individu yang lain. Berawal dari masa kehamilan, bayi dalam kandungan tentu sudah terbentuk dari susunan genetik yang berbeda. Selain itu, kondisi emosi dan fisik ibu saat hamil juga mempengaruhi temperamen anak yang dikandungnya. Misalnya, saat mengandung si A, ibu merasa bahagia karena mengandung anak pertama, maka bayi A akan terlahir dengan temperamen tertentu. Lalu jika saat ibu mengandung si B, ia berada pada kondisi kurang nyaman (misalnya karena baru pindah pekerjaan baru), maka si B akan terlahir dengan temperamen yang berbeda pula.

Setelah lahir, si A diasuh oleh ayah dan ibu dibantu nenek yang sedang bahagia memiliki cucu pertama. Sedangkan si B kemudian hari diasuh oleh ayah, ibu dan dibantu oleh baby sitter. Dua pola asuh yang berbeda, tentu memberi dampak yang berbeda dan akhirnya menghasilkan pribadi yang berbeda pula.

Memasuki masa sekolah, perbedaan budaya sekolah, metode pengajaran, lingkungan pergaulan, dan lain-lain juga akan berkontribusi pada pembentukan kepribadian masing-masing anak kita. Belum lagi dengan memperhitungkan hubungan dengan orang tua, minat, bakat, dan masih banyak lagi. Bayangkan betapa banyak sumber yang dapat membentuk perbedaan individu, dan hal-hal tersebut ada di setiap tahap kehidupan.

Pada kesempatan ini, saya mengajak pembaca website LPTUI untuk berpikir sederhana. Kali ini tidak perlu melihat perbedaan individual dari sudut pandang teori manapun atau dari pendekatan ilmiah tertentu. Melihat dari kehidupan sehari-hari saja sudah dapat membuka wawasan kita bahwa perbedaan individual ada dimana-mana.

Seringkali kita menengar bahwa anak yang dilahirkan kembarpun pasti akan memiliki perbedaan, dan dengan melihat banyaknya faktor pembentuk perbedaan individual, maka dapat dikatakan bahwa perbedaan individual tidak dapat kita hindari. Karena tidak dapat kita hindari, maka saya mengajak para orang tua untuk tidak mempermasalahkan adanya perbedaan di antara anak-anak anda. Sebagai orang tua, hal yang perlu kita sadari adalah bahwa terus menerus membandingkan anak dengan saudaranya atau dengan orang lain dapat membuat anak kita merasa tidak nyaman. Hal ini karena anak akan merasakan adanya tuntutan-tuntutan tertentu terhadap dirinya.

Oleh karena itu, berhentilah merisaukan perbedaan anak anda. Dengan menjadi berbeda, sebenarnya anda dapat berbangga hati karena ini berarti anak anda cukup cerdas dan kreatif untuk dapat mempelajari pola yang lain dibandingkan saudara-saudaranya. Sudut pandang baru yang perlu dibentuk adalah perbedaan justru merupakan hal positif. Karena dengan perbedaan, anak-anak kita dapat saling mengisi kelebihan dan kekurangan diantara mereka. Selain itu, perbedaanlah yang menjadikan kehidupan ini semakin lengkap, bervariasi, dan menarik. Bayangkan jika anda memiliki 3 anak dengan karakter yang persis sama. Jangan-jangan anda justru akan bosan mengurus anak-anak anda?
Maka marilah, mulai dari sekarang, bersahabatlah dengan PERBEDAAN!